Proses dan mekanisme penyelesaian perkara perdata
di Pengadilan Negeri dilakukan melalui beberapa tahapan dan prosedur
sebagaimana terurai di bawah ini.
Tahap Persiapan :
a. Pihak Yang Berperkara/Bersengketa
Dalam perkara perdata setidaknya ada 2 (dua) pihak,
yakni pihak Penggugat dan pihak Tergugat. Tetapi dalam hal-hal tertentu secara
kasuistis ada pihak Turut Tergugat. Penggugat adalah orang atau pihak yang
merasa dirugikan haknya oleh orang atau pihak lain (Tergugat). Tergugat adalah
orang atau pihak yang dianggap telah merugikan hak orang atau pihak lain
(Penggugat), sedangkan Turut Tergugat adalah orang atau pihak yang tidak
berkepentingan langsung dalam perkara tersebut, tetapi ada sangkut pautnya
dengan pihak atau obyek perkara yang bersangkutan.
Selain pihak Penggugat, Tergugat dan Turut Tergugat
dalam hal-hal tertentu secara kasuistis terdapat pihak ketiga yang
berkepentingan yang turut campur atau mencampuri (intervensi) ke dalam sengketa
yang sedang berlangsung antara Penggugat dan Tergugat, dalam bentuk voeging
(menyertai), tussenkomst (menengahi) dan vrijwaring/garantie
(penanggungan/pembebasan).
Baik Penggugat, Tergugat, Turut Tergugat maupun
Pihak Ketiga yang berkepentingan, kesemuanya merupakan subyek hukum yang
terdiri dari orang perseorangan (natuurlijk persoon) dan badan hukum
(rechtspersoon).
b. Pembuatan atau Penyusunan Surat Gugatan
Surat gugatan merupakan dasar bagi hakim untuk
memeriksa, mengadili dan memutus perkara perdata, oleh karena itu surat gugatan
tidak boleh cacat hukum, atau dengan kata lain surat gugatan haruslah sempurna.
Surat gugatan yang tidak sempurna berakibat tidak menguntungkan bagi pihak
Penggugat, karena hakim akan menjatuhkan putusan bahwa gugatan dinyatakan tidak
dapat diterima (niet onvankelijk verklaard).
HIR maupun R.Bg hanya mengatur tentang cara
mengajukan gugatan, sedangkan tentang persyaratan mengenai isi gugatan tidak
mengaturnya. Persyaratan mengenai isi gugatan dapat diketemukan dalam Pasal 8
No.3 Rv yang pada pokoknya berisikan :
Identitas Para Pihak
Di dalam surat gugatan harus diuraikan secara
jelas, tegas dan lengkap identitas dari masing-masing pihak, baik Penggugat,
Tergugat maupun Turut Tergugat, yang menyangkut tentang nama lengkap, jenis
kelamin, usia, agama, pekerjaan dan alamat tempat tinggal (domicili). Kesalahan
dalam menentukan identitas pihak dapat berakibat gugatan salah alamat (error in
subjecto).
Posita/Fundamentum Petendi
Posita atau fundamentum petendi adalah
uraian-uraian yang menjadi dasar dan alasan diajukannya gugatan maupun tuntutan.
Penggugat dalam menyusun gugatan harus menguraikan secara jelas tentang obyek
sengketa, hubungan hukum (korelasi yuridis) antara subyek dan obyek sengketa,
alas hak yang dijadikan dasar dan alasan untuk menuntut obyek sengketa,
kerugian-kerugian yang timbul (bila ada) harus diperinci. Surat gugatan yang
disusun secara tidak jelas atau kabur (obscuur libel), berakibat hakim akan
menjatuhkan putusan bahwa gugatan dinyatakan tidak dapat diterima
Tuntutan (Petitum)
Tuntutan atau petitum adalah segala sesuatu yang
oleh Penggugat diminta (dituntut) dan diharapkan akan dikabulkan dalam putusan
hakim. Oleh karena itu tuntutan yang diajukan oleh Penggugat harus jelas dan
tegas dengan mendasarkan pada posita yang ada. Berdasarkan Pasal 178 HIR, hakim
dalam putusannya dilarang mengabulkan hal-hal yang tidak dituntut oleh
Penggugat (Asas Ultra Petita).
c.
Penandatanganan Surat Gugatan
Surat gugatan yang telah dibuat dan disusun oleh
Penggugat harus ditandatangani sendiri oleh Penggugat atau Kuasa Hukumnya,
apabila Penggugat bermaksud mewakilkan kepada orang lain. Surat gugatan tidak
perlu dibubuhi meterai, oleh karena berdasarkan Pasal 164 HIR, surat gugatan
bukan merupakan alat bukti, tetapi justru nantinya yang harus dibuktikan di
persidangan. Meterai diperlukan untuk pengajuan alat bukti tertulis (surat),
artinya terhadap alat bukti tertulis (surat) yang akan diajukan sebagai alat bukti
di persidangan, harus difoto copy kemudian ditempeli meterai 6000 dan
ditandatangani oleh pejabat pos yang berwenang untuk itu (nachzegelen).
Apabila Penggugat bermaksud mewakilkan kepada orang
lain, maka pembuatan atau penyusunan dan penandatanganan surat gugatan dapat
dilakukan oleh orang lain yang ditunjuk atas dasar pemberian kuasa. Surat yang
dipakai dasar bagi Penggugat atau Tergugat/Turut Tergugat untuk mewakilkan
kepada orang lain yang ditunjuk dalam penanganan perkara perdata disebut surat
kuasa khusus.
Orang lain yang ditunjuk oleh Penggugat atau
Tergugat/Turut Tergugat untuk mewakili kepentingannya di pengadilan dibedakan
antara yang memiliki hubungan keluarga dengan Penggugat atau Tergugat/Turut
Tergugat dan yang tidak memiliki hubungan keluarga. Orang lain yang memiliki
hubungan keluarga dengan Penggugat atau Tergugat/Turut Tergugat dan ditunjuk
untuk mewakili kepentingan Penggugat atau Tergugat/Turut Tergugat di pengadilan
berkedudukan sebagai pemegang atau penerima kuasa dan kuasa yang telah diterima
tersebut dinamakan kuasa insidentil. Sedangkan orang lain yang tidak memiliki
hubungan keluarga dengan Penggugat atau Tergugat/Turut Tergugat, berdasarkan UU
No.18 tahun 2003, Tentang Advokat yang boleh bertindak untuk mewakili
kepentingan Penggugat atau Tergugat/ Turut Tergugat hanya Advokat.
d. Biaya
Perkara
Berperkara di pengadilan pada asasnya dikenakan
biaya perkara, kecuali bagi mereka yang termasuk golongan tidak mampu yang
dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu dari pejabat yang berwenang
untuk itu (Kepala Desa/Lurah dan direkomendasi oleh Camat) dapat berperkara
secara Cuma-Cuma (prodeo).
Adapun biaya perkara yang harus dipersiapkan dan
dibayar oleh Penggugat atau melalui Kuasa/Kuasa Hukumnya meliputi :
panjar atau porskot biaya perkara (gugatan)
biaya peletakan sita jaminan (conservatoir beslag),
bila diminta/diajukan
biaya Pemeriksaan Obyek Sengketa (Pemeriksaan
Setempat), apabila yang menjadi obyek sengketa berupa benda tetap/tidak
bergerak.
Tahap Pengajuan dan Pendaftaran Surat Gugatan
Surat gugatan yang telah ditandatangani oleh
Penggugat atau Kuasa Hukumnya dimasukkan untuk didaftarkan di Kepaniteraan
Perdata Pengadilan Negeri yang memiliki yurisdiksi (kompetensi absolut dan
relatif) untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara (sengketa) yang
diajukan dan sekaligus mendaftarkan surat kuasa khusus, apabila dalam perkara
tersebut Penggugat mewakilkan kepada orang lain, baik kuasa insidentil ataupun
kuasa yang diberikan oleh Advokat, dengan membayar biaya panjar perkara dan
biaya pendaftaran surat kuasa
Penggugat atau Kuasa Hukumnya menerima SKUM (Surat
Kuasa Untuk Membayar) dan kwitansi pembayaran panjar perkara dari Bendahara
Pengadilan Negeri yang bersangkutan
Penggugat atau Kuasa Hukumnya menerima kembali 1
(satu) bendel surat gugatan yang telah dibubuhi Nomor Register Perkara yang
telah diparaf oleh Panitera Kepala atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu.
III. Tahap Persidangan :
Ketua Pengadilan Negeri setelah membaca surat
gugatan dan kelengkapan berkas lainnya, menunjuk dan menetapkan Majelis Hakim
yang akan memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang bersangkutan. Kemudian
Panitera Kepala menunjuk dan menetapakan Panitera Pengganti dalam perkara yang
bersangkutan yang bertugas mencatat semua fakta persidangan dalam Berita Acara
Sidang.
Majelis Hakim yang telah ditunjuk dan ditetapkan
oleh Ketua Pengadilan Negeri menetapkan hari sidang pertama dan memerintahkan
Panitera Kepala untuk memanggil pihak-pihak dalam perkara tersebut
Panitera Kepala memerintahkan Jurusita Pengganti
untuk melakukan pemanggilan terhadap para pihak dalam perkara tersebut
(Penggugat, Tergugat/Turut Tergugat) agar hadir pada hari, tanggal dan waktu
sebagaimana yang terurai dalam Surat Panggilan (Relaas) tersebut.
Jurusita Pengganti menyampaikan Surat Panggilan
Sidang kepada Penggugat atau Kuasa Hukumnya dan Tergugat maupun Turut Tergugat
dengan disertai surat gugatan. Surat Panggilan tersebut dapat disampaikan
melalui Kepala Desa atau Lurah setempat, bila pihak yang dipanggil tidak ada di
tempat, dengan permintaan agar Kepala desa atau Lurah tersebut meneruskan dan
menyampaikan Surat Panggilan tersebut kepada pihak yang tidak ada di tempat
tersebut.
Pada hari, tanggal dan waktu sebagaimana terurai
dalam Surat Panggilan yang telah diterima oleh para pihak, Majelis Hakim yang
telah ditunjuk dan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri membuka sidang dan
mempersilahkan para pihak memasuki ruang sidang. Apabila ada pihak yang belum
hadir, maka melalui Panitera Pengganti memerintahkan Jurusita Pengganti untuk
memanggil lagi pihak yang tidak hadir. Pada sidang berikutnya setelah para
pihak dalam perkara tersebut hadir semua (lengkap), ataupun ada pihak yang
tidak hadir tanpa dasar dan alasan yang sah, walaupun telah dipanggil secara
patut, layak dan cukup, maka para pihak melalui majelis hakim tersebut sepakat
untuk memilih dan menentukan mediator untuk melakukan mediasi.
Sidang Mediasi
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
mediator. Prosedur mediasi diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2008 yang mewajibkan
setiap perkara gugatan yang diajukan ke Pengadilan pada saat sidang pertama
yang dihadiri kedua belah pihak Penggugat dan Tergugat untuk menempuh upaya
damai melalui mediator.
Jangka waktu untuk menyelesaikan sengketa dengan
mediasi melalui mediator selama 40 hari dan dapat diperpanjang selama 14 hari atas
permintaan para pihak . Mediator dapat dipilih oleh para pihak dari daftar
mediator yang telah bersertifikasi dan memilih tempat pertemuan diluar gedung
Pengadilan Negeri sesuai kesepakatan atas biaya para pihak. Apabila tidak ada
mediator bersertifikasi di luar Pengadilan Negeri, para pihak dapat memilih
mediator di Pengadilan Negeri yang telah ditunjuk dan sesuai ketentuan PERMA
No.1 Tahun 2008 dapat dipilih salah satu Hakim Anggota Majelis sesuai
kesepakatan para pihak.
Apabila tercapai kesepakan perdamaian maka kedua
belah pihak dapat mengajukan rancangan draf perdamaian yang nantinya disetujui
dan ditanda tangani kedua belah pihak untuk dibuatkan Akta Perdamaian yang
mengikat kedua belah pihak untuk mematuhinya dan melaksanakannya. Jika dalam
proses mediasi para pihak diwakili kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan
secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. Dan sengketa
keduabelah pihak berakhir dengan perdamaian.
Sebaliknya jika mediator tidak berhasil mencapai
kesepakatan damai bagi kedua belah pihak, maka dengan disertai Berita Acara
tentang tidak tercapainya perdamaian, mediator melalui Panitera Pengganti
mengembalikan dan menyerahkan kembali Berkas Perkara tersebut kepada Majelis
Hakim. Selanjutnya Majelis Hakim memerintahkan para pihak atau Kuasa Hukumnya
untuk hadir pada sidang berikutnya guna dilanjutkan pemeriksaan terhadap
perkara yang bersangkutan dengan membacakan gugatan, jawaban, replik duplik,
pembuktian, pemeriksaan obyek sengketa (pemeriksaan setempat) bilamana obyek
sengketanya benda tetap dan dipandang perlu, kesimpulan dan putusan. Walaupun
mediator tidak berhasil mendamaikan para pihak, dalam proses pemeriksaan
perkara selanjutnya Majelis Hakim tetap memberikan kesempatan para pihak untuk
menyelesaikan sengketanya secara damai sesuai ketentuan pasal 130 HIR.
Sidang Lanjutan Dalam Hal Perdamaian Tidak Tercapai
Persidangan Tanpa Kehadiran Tergugat
Pada hari persidangan yang telah ditetapkan
ternyata Tergugat atau Para Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah meskipun
telah dipanggil dengan patut dan sah, tidak juga menunjuk seorang kuasa untuk
hadir mewakilinya, maka sidang dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan
tanpa kehadiran Tergugat dengan terlebih dahulu menanyakan kepada penggugat
apakah ada perubahan terhadap gugatannya atau tetap pada gugatan yang telah
diajukannya tersebut.
Pembuktian Pihak Penggugat
Karena Tergugat tidak hadir di persidangan meskipun
telah dipanggil dengan patut dan sah maka Tergugat dianggap tidak menggunakan
hak-haknya untuk menjawab atau membantah semua dalil-dalil gugatan Penggugat,
sehingga proses penyelesaian perkara berjalan sepihak (contradictoir), tidak
ada jawab menjawab, replik, duplik, dan pemeriksaan langsung dilanjutkan dengan
acara pembuktian, berupa pengajuan alat bukti, yakni bukti-bukti tertulis atau
surat berupa foto copy dicocokkan dengan aslinya, dibubuhi meterai cukup diberi
tanda sesuai jumlah surat bukti yang diajukan misalnya P.1 s/d P.10. Selain
bukti berupa surat tersebut, dapat diajukan pula bukti saksi dan ahli sesuai
kebutuhan untuk membuktikan posita gugatan Penggugat.
Putusan Verstek
Pasal 125 HIR/149 R.Bg, menentukan bahwa apabila
pada hari sidang yang telah ditentukan, Tergugat tidak hadir dan lagi pula
tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal ia telah
dipanggil dengan patut maka gugatan itu diterima dengan putusan di luar
hadirnya Tergugat (verstek), kecuali kalau ternyata Pengadilan Negeri
berpendapat bahwa gugatan Penggugat tersebut bersifat melawan hak atau tidak
beralasan hukum.
Apabila gugatan Penggugat diterima dan dikabulkan,
maka atas perintah Ketua Pengadilan Negeri diberitahukan isi putusan itu kepada
Tergugat yang dikalahkan dan diterangkan kepadanya bahwa Tergugat berhak
mengajukan perlawanan (verzet) dalam tempo 14 hari setelah menerima
pemberitahuan. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada Tergugat sendiri,
perlawanan masih diterima sampai pada hari ke 8 sesudah peneguran (anmaning)
seperti yang tersebut dalam pasal 196 HIR/207 R.Bg atau dalam hal tidak hadir sesudah
dipanggil dengan patut, sampai pada hari ke 14 (R.Bg) dan hari ke 8(HIR)
sesudah dijalankan surat perintah seperti tersebut dalam pasal 208 R.Bg/197
HiR. Jika telah dijatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya,maka perlawanan
selanjutnya yang diajukan oleh Tergugat tidak dapat diterima.
Persidangan Dengan Dihadiri Oleh Para Pihak
Dengan tidak tercapainya perdamaian melalui
mediasi, persidangan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan dan Tergugat ataupun
Turut tergugat mengajukan Jawaban yang isinya dapat berupa :
Tuntutan Provisionil
Eksepsi atau tangkisan
Jawaban mengenai pokok perkara d. Gugatan Balik
(Rekonpensi)
Permohonan petitum putusan.
Eksepsi atau tangkisan mengenai kompetensi
(kewenangan) relatif harus diajukan segera pada permulaan persidangan dan tidak
akan diperhatikan kalau Tergugat telah menjawab pokok perkaranya. Untuk eksepsi
kompetensi (kewenangan) absolute dapat diajukan setiap saat dalam pemeriksaan
perkara itu dan hakim karena jabatannya secara ex officio harus pula menyatakan
bahwa tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
Setelah Tergugat mengajukan jawabannya dan
selanjutnya pengajuan Replik oleh Penggugat dan Duplik oleh Tergugat, hakim
akan meneliti secara seksama apabila diajukan eksepsi tentang kewenangan
mengadili yang bersifat relatif atau absolut, akan terlebih dahulu diputus
dengan putusan sela, sebelum memeriksa pokok perkaranya. Apabila eksepsi
tersebut beralasan hukum dan Pengadilan Negeri menyatakan tidak berwenang
mengadili maka pemeriksaan pokok perkaranya tidak dilanjutkan dan gugatan
dinyatakan tidak dapat diterima, sebaliknya jika eksepsi tidak beralasan hukum
dan ditolak maka pemeriksaan pokok perkara dilanjutkan dengan pembuktian dari
Pihak Penggugat dan Tergugat maupun Turut Tergugat, baik berupa bukti tertulis
(surat) maupun bukti saksi, ahli dan bilamana dipandang perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap obyek sengketa (Pemeriksaan setempat), apabila obyek
sengketanya berupa benda tidak bergerak atau benda tetap.
Apabila dari serangkaian tahapan atau proses jawab-
menjawab, Replik, Duplik dan pembuktian dari masing- mamsing pihak telah
selesai, maka para pihak mengajukan dapat mengajukan kesimpulan dan pada
akhirnya mohon putusan.
Apabila Penggugat mampu membuktikan seluruh
dalil-dalil gugatannya maka gugatan Penggugat akan dikabulkan seluruhnya dan
apabila terbukti sebagian, maka gugatan Penggugat akan dikabulkan sebagian
serta menolak gugatan selain dan selebihnya. Sebaliknya apabila Tergugat mampu
mematahkan dalil-dalil gugatan Penggugat, maka gugatan Penggugat akan ditolak
seluruhnya. Demikian pula apabila gugatan Penggugat kabur dan secara formil
tidak memenuhi syarat, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet
onvankelijk verklaard).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar